beyond the reach of my thinking

Hari-hari trus berjalan, tanpa henti. Bagaikan bunga rumput tumbuh dan akan terbang bersama angin. Angin yang membawa bunga-bunganya menuju tanah di mana bunga akan menjadi tunas baru.
Kini terbentang bebrapa keputusan besar yang kan dimulai dengan langkah awal yang besar.
Sejak tahun lalu berpikir, mendoakan dan menimbang segalanya. Keputusan besar untuk berkerja di dunia pelayanan.


Siapkah dengan segala kemungkinan terburuk yang 'mungkin' terjadi? 
Mengapa harus memulai sesuatu dari nol, sesuatu yang belum tentu ada hasilnya? Ini kan mimpi yang menjadi kenyataan. Bodoh, siap-siap menyesal kalau meninggalkan dunia kerja sesungguhnya...tidak akan merasakan menikmati enaknya hidup yang berlimpah dan lebih....
Apakah ini jalan terbaik yang harus ditempuh??  Kehidupan yang lebih plural dan akan berbeda, setiap hal yang akan berbeda...Apakah ini waktu yang tepat? Bagaimana kalau ini keputusan besar yang fatal?? Awas terjerumus secara perlahan-lahan ke dalam cara hidup yang tidak benar dan justru kehilangan Tuhan di sana.
Bagaimana kalau digosipkan yang tidak benar, bukankah tidak menjadi kesaksian.. 
Bagaimana kalau akhirnya keluarga tetap tidak mendukung dengan berbagai alasan, apakah tetap mau dipaksakan..?? Bagaimana kalau orang2 memikirkan bahwa saya kembali karena ada pujaan hati di sana?


Pertanyaaan dan pernyataan ini senantiasa menghantui saya dan membuat semua konfirmasi-konfirmasi kecil yang menguatkan saya menjadi tidak berarti karena ketakutan itu selalu saja datang mengganggu saya. 


Hanya karena saya tidak mengerti (kurang cukup alasan) mengapa aku mengambil keputusan untuk menjadi rekan sekerjaNYA, saya tidak berhak menentukan bahwa Tuhan mungkin keliru dengan memberikan kekuatan-kekuatan kecil yang menjawab segala pertanyaan untuk memantapkan langkah saya menuju PAlembang. Saya sangat menyadari petunjuk-petunjuk itu datang dari-Nya, Akan tetapi, bila saya mulai mempertimbangkan pro dan kontra, kemudian perdebatan masuk ke dalam pikiran, maka yang saya temui adalah pertimbangan-pertimbangan yang sama sekali tidak menunjukkan unsur pribadi Allah (Iman, Pengharapan, Kasih, Kebenaran).


Misi Hidup VS Keluarga
Saya berada di dalam dua sisi yang berbeda tipis. Ada gagasan-gagasan tentang pergumulan ini yang tidak sesuai dengan hukum idealisme yang selama ini saya bangun lewat berbagai pengetahuan dan dogma yang saya terima. Yang paling utama adalah gagasan saya tentang keluarga. Bahwa saya seharusnya digerakkan oleh misi hidup bukan keluarga. Keluarga sebagai penopang, dan orang tua sebagai wakil ALLAH di bumi, yang utama adalah misi hidup yaitu menyenangkan hati TUHAN. Dan sama sekali tidak mengijinkan kemungkinan keluarga itu termasuk dalam misi hidup yang saya perjuangkan. Saking begitu kentalnya, saya membutuhkan hampir setahun untuk benar-benar memutuskan hal ini.
Tuhan.. Saya tidak tahu apa yang kan terjadi di sana.. Yang  pasti yang harus saya lakukan adalah bekerja, terlibat dalam pelayanan, dan memperbaiki sesuatu yang tlah kutinggalkan disana sebagai nazar hidupku.
Namun, pikiran saya tidak mengijinkan agar rencana di atas dapat ditrima sebagai pendukung kepindahan saya. Dan akhirnya, waktu untuk memilih itu mendesak dan harus di tentukan. Masing-masing dengan konsekuensi jangka panjang yang mengikat. Bertambah getir-lah hati saya.


Diam dalam keheningan dan tetap bekerja, tetap berdoa, tetap mempertanyakan. Dan perenungan terhadap pertanyaan sederhana muncul di dalam kediaman yang paling hening..


Pelajaran Iman dari Petrus
Iman bukan pengertian intelektual. Iman adalah janji sukarela untuk tetap setia kepada Pribadi Yesus. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Walaupun saya tidak dapat melihat jalan yang terbentang di depan. Kisah Petrus dan murid-murid di atas perahu yang dilanda gelombang. Ketika ketakutan melanda karena angin sakal itu, sosok Yesus muncul di atas air.


Petrus melihat Yesus. Ia mengenal Yesus dan tak ada keraguan bahwa itu adalah Tuhan-nya yang senantiasa bersamanya setiap hari. Ia yakin ia berjalan menuju Tuhan-Nya walalupun langkah yang akan diambilnya terlihat 'tidak masuk akal'. What?? Berjalan di atas air?? Orang percaya yang bertanggung jawab adalah orang percaya yang berani masuk dan menghadapi tantangan seperti ini. Murid-murid yang lain, tetap berada di dalam perahu dan semakin takut. 


“Berjalan di atas air” bukan berarti lari dari persoalan dan ingin mencari posisi yang lebih aman. Sebab tatkala Petrus berjalan di atas air anginnya masih ada. Resikonya adalah, kalau di tengah perjalanan itu ia lengah, maka ia akan kalah.“ Matius 14:30 mencatat bahwa Petrrus tenggelam justru bukan pada saat berada di perahu dengan angin sakal itu, tetapi karena tiupan angin setelah keluar dari perahu. Ia tidak memusatkan perhatiannya pada Tuhan Yesus, maka ia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Ia tenggelam.  
Diam di atas perahu seperti murid-murid yang lain ATAU berjalan di atas air seperti yang dilakukan Petrus adalah pilihan iman. Yang salah adalah ketakutan itu. Dan dengan gamblangnya, suara hati saya menjawab pertanyaan saya. 


 Dengan penyataan khusus yang terus menjawab ketakutan saya dan menyertakanNya dalam proses berpikir/menimbang semua kesempatan dan konsekuensi, saya semakin diperdamaikan dengan semua konflik dalam diri. Saya siap menghadapi dan bertanggung jawab di dalam Iman atas keputusan saya. Semuanya dapat saya hadapi, bahkan segala kemungkinan terburuk, dapat di jalani dengan kekuatan penyertaanNya yang slalu terbukti dan tidak pernah gagal. Pertanyaan  reflektif yang jujur yang diungkapkan oleh orang-orang yang mengasihi bahkan sampai ejekan/sindiran/penyepelehan orang lain atas pergumulan saya justru telah memurnikan sgalanya. 
Dan saya semakin yakin, jika hidup saya selaras dengan kehendak-Nya, maka meski saya tidak tahu apa yang akan terjadi, saya pasti memiliki naluri tentang arah yang benar. Dengan keberanian dan kepercayaan diri, saya dapat terus maju. Tanpa takut tersesat, saya  tahu bahwa setelah melalui badai dan ketidakpastian, saya akan tiba di tempat yang benar. 


Mengarahkan pandangan
  
Sebuah keputusan yang tepat bukan dinilai pada saat ini, melainkan akan diuji oleh sang waktu. Membahas pro dan kontra, saya lebih mengutamakan menjelaskan pergumulan keputusan ini kepada orang yang bertanya secara langsung, teman-teman terdekat, keluarga. Saya berusaha membuat mereka mengerti dengan penjelasan sederhana dan terbaik yang bisa saya berikan. Namun ternyata, seberapa baiknya berusaha menjaga kelakukan, sikap dan kata kita untuk slalu bersih tak dapat mengagalkan pernyataan dan komentar negatif orang lain. Dan sejenak saya kembali frustasi dengan konsekuensi ini. Namun, ayat ini kembali menguatkan saya.


Akuilah DIA dalam segala laku-mu, maka Ia akan meluruskan jalan-mu - Amsal 3:6
Serasa berada di satu titik petualangan baru yang mendebarkan. Dengan mengabdikan diri pada Tuhan, berjalan bersama-Nya, mengakui-Nya dan karya kebesaranNya akan membuat saya mantap. Apapun itu, konsekuensi apapun itu, semua ada dalam kedaulatan-Nya. Siapapun bertanggungjawab dengan pilihan-nya kepada Tuhan. Selama Ia beserta-ku, saya + TUHAN adalah mayoritas. Kehadiran-Nya.. Pengertian-Nya.. Pimpinan-Nya cukup untuk mengantar saya mengalami petualangan-petualangan iman lainnya.


Biarlah TUHAN yang memimpin jalanku, karna saya hidup untuk menyenangkan hatiNYA.

0 komentar:

Posting Komentar